Hmm ini bukan sinetron bu ibu... Baru saja terjadi tadi malam. Rasanya mulai terasa bahwa menjadi Ibu adalah proses belajar saat harus menghadapi pertumbuhan anak-anak. Bukan hanya tumbuh kembang fisik namun juga secara emosi, pola pikir, cara pandang, dan sikap mereka.
Tidak terasa mereka terus tumbuh dan semakin hari semakin canggih saja persoalan yang mereka pentaskan dan membuat saya tersadar bahwa menjadi Ibu membutuhkan kekuatan tersendiri. Bukan sekedar menyanggupi membeli sepatu roda atau gadget namun menjawab pertanyaan-pertanyaan kritis dari mereka.
Semalam, kami baru pulang dari Cirebon. Sabtu lalu setelah mengambil raport di sekolah anak-anak kami langsung cuss ke Cirebon. Saya, Ayahnya dan Dek Paksi. Kami mau menengok Ka Alinga dan Ka Zaha yang sudah seminggu "berlibur" di sana. Rencananya minggu ini selepas sepupu-sepupunya memasuki masa libur sekolah, mereka akan mengikuti semacam pesantren kilat. Pesertanya anak-anak dari keluarga sendiri aja sih. Programnya kali ini Tahfidz Qurán.
Saya senang dung, membiarkan anak-anak libur panjang tanpa kegiatan is BIG NO! Bisa-bisa mereka hafal acara TV sepanjang hari ataupun saat kami matikan TV mereka bakal betah di depan Ipad atau gadget Om dan Tantenya. Sama buruknya! Apalagi Mbah Uti baru saja sakit dan butuh banyak istirahat. Setelah sebelumnya hampir seminggu membawa Dek Paksi ke kantor rasanya gimana yaa kalau harus membawa mereka bertiga ke kantor, masih tiga minggu ke depan pulak!
Kegembiraan saya mendadak buyar. Memasuki hari ke lima di Cirebon. Zaha mulai rewel. Berkali-kali video call, menangis. "Mau sama Ibu. Aku mau sama Ibu!" Asal tahu agak sulit mendiamkan gadis satu ini kalau sudah menangis. Harus dirayu dan dipeluk. Minta tolong kakak sepupunya untuk dipeluk, gak mempan. Perlu pelukan Ibu seorang. Hmmm, pasti ada apa-apanya dung. Dugaan saya benar. Salah satu penyebabnya karena Ka Zaha dan Ka Al, mulai sering berselisih.
Hmm anak-anak ini sengaja saya jauhkan dari kami untuk sementara waktu supaya terjalin bonding dan kekompakan di antara mereka. Maklum, makin besar kok mereka makin sering berselisih yaa? dan Ibunya ini makin bingung :( bagaimana cara mendamaikan dunia persilatan ini. Hmm sekalinya akur lalu tiba-tiba pak pik puk. Naah kalau keseringan begini kan repot.
"Aku mau tetap ikut pesantren asal ditemenin Ibu." Sambil bercucuran air mata dan muka yang mendadak sendu, membuat Iba. Lhoo, ya itulah masalahnya nak. Masalahnya adalah Ibumu ini harus masuk kantor. Gak perlu lah Ibu menggalau lagi soal status sebagai working mom ini. Ibu sudah pasrah. "Nanti di Jakarta gak enak, di rumah gak ada kegiatan, bosan kan nak?""Kalau gitu aku ikut Ibu aja ke kantor." Hmm seandainya itu adalah kantor Ibu sendiri, I will say YES nak :(
Eh balik ke kejadian semalam ya. Bed story kami tadi malam. Setelah agak alot mendamaikan dua putri cantik dari negeri persilatan dibantu oleh juru penengah terbaik, Paksi Akhtar Ziayudi. Mereka kemudian berpelukan sambil cengar cengir dan menghapus air mata di pipi masing-masing. Well malam ini (seperti biasa) Ka Zaha dan ka Alinga harus tidur dekat Ibu. Dek Paksi mengalah, tidur di atas Ibu. Hmm baiklah nak, tanpa kalian apalah hidup Ibu ini. *love love love*. Ujung-ujungnya Dek Paksi nungging di ujung kasur memeluk kaki Ibu.
Dalam temaramnya ruang tidur, tiba-tiba ka Alinga memulai pembicaraan yang agak berat tersebut. Ka Zaha dan Dek Paksi ikut menyimak meski kelihatan tidak terlalu paham.
- Ka Al: Bu, aku mau tanya sama Ibu. Kalau nih ya, bu. Kalau.. ! (dia menekankan sebagai pengandaian). Ada dua cowok yang mau menikah sama Ibu. Yang satu jelek eh gak terlalu ganteng, Yang satu ganteng...
- Ibu: (suka memotong hehe) ganteng tuh kayak siapa? jelak tuh kayak gimana?
- Ka Al: hmm jelek sih enggak, cuma gak ganteng gitu bu, yaa biasa aja sih tapi gak ganteng bu. Nah dia ini misalnya bukan orang Islam ya bu. Tapi dia sayaaang banget sama Ibu. Baik sama Ibu. Nah yang satunya lagi ganteng, ganteng banget. Dia muslim. Tapi dia gak sayang sayang Ibu. Dia galak gitu bu. Hmm misalnya nih Dia tuh dijodohin gitu sama Ibu. Ibu pilih yang mana?
- Ibu: Duuh anak ini tahu "dijodohin" itu dari mana ya? (membantin) Hmm kakak nonton sinetron ya?
- Ka Al: Enggak bu! Ini seandainya ya bu, seandainya. Ibu pilih yang mana?
- Ibu: (berharap semoga jawabannya tidak keliru) Hmm kalau Ibu tidak akan memilih dua-duanya Kak. Ibu nunggu aja nanti jodoh Ibu yang muslim, sholeh, dan sayang sama Ibu. Mungkin mereka berdua bukan jodoh Ibu. gak harus ganteng sih. Ganteng kan nanti kalau sudah tua juga sama-sama aja, keriput hehehe (wise sekali Ibumu ini nak :P) Yang penting sayang sama kita. Harus sayang.
- Ka Al: Bener bu? Emang kenapa harus muslim bu?
- Ibu: Ya, karena menurut pendapat dan keyakinan Ibu. Mencari suami itu harus yang sejalan karena tujuan menikah, berkeluarga, dan berumah tangga itu bukan hanya sementara. Tujuannya agar bisa bersama-sama di Syurga Allah. Suami sebaiknya yang bisa menjadi pemimpin dan Imam supaya bisa bersama-sama menggapai ridho Allah.
*Note: this is my personal opinion. Bagi yang berbeda pandangan tentu saja semua kembali pada keyakinan, prinsip, dan pendapat masing-masing. Saya selalu berpendapat, pilihan, dan pandangan seperti ini sangat personal dan saya sangat menghargai privasi dan pendapat setiap orang untuk bebas berprinsip bahkan yang berbeda dengan saya. Layaknya saya juga pastinya berharap demikian sebaliknya.
(Saya teringat dengan beberapa ayat Al Qurán yang mengatur tentang hal ini, tapi saya pikir belum waktunya Ka Alinga dan Adiknya saya sampaikan ayat-ayat tersebut, insyaAllah ada waktunya)
"Kadang-kadang sama-sama muslim, Islam, juga belum tentu bisa menjadi pemimpin ke jalan Allah Nak. Maaf yaa kan banyak tuh istilahnya Islam KTP. Statusnya Islam tapi tidak mengamalkan keislamannya. Jadi Bukan cuma se-Iman nak, kita harus mencari suami yang sholeh (baik).
(Lalu saya teringat syarat yang disampaikan Mimi, saat saya cerita soal ayahnya Alinga dulu. Yang penting sholat dan gak tinggal sholat)."
- Ka Al: Owh gitu ya bu. Hmm gimana kalau yang gak ganteng tadi bu, lama-lama dia sering perawatan terus jadi ganteng?
(Ibu menahan tawa)
- Ibu: Hmm ya gimana yaa? Ibu tetap gak mau sih. Kita berteman aja deh.
- Ka Al: Naah dia itu terus misalnya ya bu, misalnya mau berbuat apa aja buat Ibu. Misalnya dia mau masuk Islam nih karena mau sama Ibu, trus malahan lama-lama keluarganya juga masuk Islam tuh bu? Gimana?
(Drama banget nih cerita Kakak)
- Ibu: Hmm gimana ya? Sebaiknya sih dia masuk Islam karena Allah nak. Bukan karena Ibu. Harus dipastikan dulu sih. Kalau ternyata memang karena Allah ya bisa jadi Ibu mau sama dia. Tapi ya itu tadi jangan hanya karena mau nikah sama Ibu dan kita gak boleh paksa-paksa juga.
- Ka Al: Bu, memang dalam kenyataannya ada gak sih bu orang yang menikah berbeda agama?
- Ibu: Ada nak. Ka Al: teman-teman atau orang yang Ibu kenal?
- Ibu: Ada nak... (lalu saya menyebutkan beberapa yang juga mungkin dikenalnya)
- Ka Al: (tanpa saya duga) aku tahu teman blogger Ibu juga ya bu. Mami Grace bu.
Hahaha beneran saya gak tahu kalau si Kakak tahu soal ini. Mereka memang "kenal" dengan Ubii dan Maminya dari cerita blogging saya. Tapi gak pernah saya bercerita persoalan itu pada si Kakak. Entah dia tahu dari mana. Kebetulan ka Al memang pernah ketemu dengan Mami Ubi di salah satu event blogging KEB. Pas kaka saya bawa di acara tersebut.
- Ibu: Eh iya, kok kakak tahu sih?
- Ka Al: Iya aku tahu bu. Jadi mungkin aja ya bu, ada anak yang namanya bercampur ya bu kalau ayah dan Ibunya beda agama bu? Hmm misalnya Muhammad Christian revandaro...misalnya buu? ada gitu?
(Imaginasimu nak!)
- Ibu: Mungkin saja nak, dan ada kok.
- Ka Al: Owh gitu ya bu..
Ka Al mengangguk angguk dan tampak ada secercah binar di matanya yang saya lihat di temaram malam.
Diskusi yang tampak membuatnya antusias. Saya masih penasaran apa yang melatarbelakangi pertanyaannya malam ini. Semoga tidak ada jawaban saya yang keliru. Karena saya tak pernah menduga akan mendapat pertanyaan se-kritis ini semalam dari gadis kecil berusia 9 tahun duplikat Ibu. Akan ada waktunya kita mendiskusikan lebih dalam ya nak.
Ah, rasanya Ibu merasa makin menua, melihat engkau mulai tumbuh nak. Ibu yakin akan muncul pertanyaan-pertanyaan tak terduga lainnya. Semoga Ibu bisa membagi apa yang menjadi keyakinan dan pengetahuan Ibu tanpa membuatmu merasa dipaksa meng-iyakan pendapat Ibu. Allahu a'lam
Ka Zaha dan Dek Paksi hanya menyimak tanpa komentar. Mungkin tak terlalu paham perbincangan kami. Obrolan kami berlanjut dengan cerita Gen Halilintar.
Jika Mommies mendapat pertanyaan sejenis, apakah yang mungkin mommies sampaikan?
PS: Gessiii, Ka Al ternyata mengenalmu yaa...jangan-jangan dia sering bw ke blogmu dan ngefans juga sama kamu kayak Ibunya ini :)*